Ada Kawan yang Mesti Dilawan

Aniesa Pramitha
2 min readApr 17, 2023

--

Image: Pinterest/Behance

Tahun 2023 baru berjalan empat bulan. Namun, terlalu banyak hal-hal mengejutkan yang terjadi di kehidupanku.

Ya, dari awal tahun, aku sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi tahun ini. Namun, sepertinya persiapanku kurang matang. Lubang demi lubang di kehidupan yang kulalui akhirnya membuatku terluka juga. Aku tak sekuat itu untuk bangkit lagi.

Minggu pertama di Maret 2023, aku kehilangan sumber penghasilan. Mencoba untuk "tidak apa-apa", aku melalui fase ini dengan penuh keikhlasan. Aku mencoba melihat sisi positif dari semua pengalaman yang berhasil kulewati.

Namun, ternyata semua itu hanyalah kenaifan. Aku tak seikhlas itu.

Hanya berjarak sekitar satu minggu, aku mendapat tempat baru. Tempat yang kuharapkan bisa menjadi wahana untuk belajar hal baru meski jauh berbeda dari sebelumnya. Sayangnya, umurku pendek di sana. Aku hanya mampu bertahan dalam hitungan hari. Alasannya tak bisa kuceritakan dan sialnya hal itu malah jadi beban pikiran.

Masih mencoba berpikir positif, aku memutuskan pulang ke rumah pada bulan keempat 2023. Kebetulan juga bertepatan dengan bulan Ramadan. Pulang ke rumah mungkin bisa jadi momen untuk healing sekaligus fokus beribadah.

Namun, lagi-lagi aku tersandung. Baru seminggu di rumah, aku harus dirawat di rumah sakit dan didiagnosis punya asma. Sungguh diagnosis yang terlambat untuk usiaku yang tak lagi muda. Karena sakit itu, aku jadi sulit produktif dan berujung merasa tak berguna.

Masih mencoba berpikir positif, aku berdalih mungkin ini cara alam untuk membuatku istirahat sejenak.

Namun, siapa sangka bahwa pikiran positif bisa jadi racun mematikan bagi manusia. Terlalu banyak berpikir positif, aku jadi terlena. "Semua akan baik-baik saja", katanya. Nyatanya, tidak seindah itu.

Dunia terus berjalan, sedang aku di sini buta arah. Semua pikiran positif itu justru membuat jalanku buntu. Ambil langkah pun aku merasa takut. Takut terjebak lagi, takut terluka lagi, takut gagal lagi.

Pada satu titik, aku menyadari bahwa mungkin selama ini aku tidak sepenuhnya ikhlas menerima keadaan. Aku belum bisa melupakan kebaikan-kebaikan dari tempat lamaku dan membuatku berekspektasi bahwa hal itu akan terjadi lagi di tempat baru. Aku juga masih membanding-bandingkan tempat lamaku dengan (calon) tempat baruku, sehingga aku jadi takut. Padahal mencoba pun belum.

Ya, aku gagal move on.

Pikiran positif itu, bagiku, merupakan kawan yang mesti dilawan. Boleh diterima, tapi sebaiknya jangan terlalu dekat. Di satu sisi, ia mungkin bisa membuat tenang. Namun, tidak menutup kemungkinan ia berubah jadi musuh yang mengancam.

Aku harap masih ada cukup waktu untuk melawan pikiran positif ini. Semoga aku yang menang.

- arpd, yang terjebak dalam lingkaran toxic positivity.

--

--

Aniesa Pramitha
Aniesa Pramitha

No responses yet