Ini Enak dan Nggak Enaknya Kuliah di Universitas Indonesia

Aniesa Pramitha
4 min readDec 9, 2021

--

UI
Gedung Rektorat (Foto: dokumentasi pribadi)

Apa yang kamu pikirkan ketika mendengar tentang Universitas Indonesia (UI)? PTN favorit di Indonesia? Persaingannya yang ketat? Atau, kampus yang rawan jadi sorotan publik kalau melakukan sedikit kesalahan?

Kuliah di UI itu satu paket dengan perasaan dan pikiran yang campur aduk. Rasanya kurang lebih sama seperti naik roller coaster. Ada masanya saya dibawa naik ke puncak sampai lupa diri. Ada juga masanya saya berada di titik terendah dan hilang motivasi.

Sedikit cerita, September 2021 lalu saya baru saja diwisuda sebagai Sarjana Humaniora. Nama lengkap saya yang sudah panjang menjadi tambah panjang berkat gelar S.Hum.

Aniesa Rahmania Pramitha Devi
Foto kiri saat saya maba dan foto kanan saat saya wisuda:)

Biar saya perjelas: Aniesa Rahmania Pramitha Devi, S.Hum.

Narsis sedikit boleh, kan? Hehe.

Dari pengalaman membanggakan tersebut, saya ingin memberi sedikit bocoran tentang enak-nggak enaknya kuliah di UI. Sebagai disclaimer, semua ini murni berdasarkan pengalaman dan opini saya. Jadi, tulisan ini sangat subjektif.

Enaknya Kuliah di UI

enaknya kuliah di UI
Ilustrasi: Pixabay/Alexandra_Koch

1. Fasilitas Super Lengkap + Murah Banget

Nggak bisa dimungkiri bahwa UI merupakan universitas dengan fasilitas terlengkap di Indonesia.

Sarana transportasi gratis (bikun dan spekun) untuk semua orang, sumber literasi dan buku yang cukup lengkap di Perpustakaan Pusat, jaringan wifi yang cepat, Asrama Mahasiswa sebagai pilihan tempat tinggal ramah kantong bagi mahasiswa rantau, dan fasilitas lain yang memanjakan sivitas akademikanya.

Enaknya lagi, fasilitas itu bisa didapatkan dengan harga yang cukup terjangkau. Kenapa? Karena bisa dibilang kalau UKT UI itu relatif lebih murah dibanding PTN lain, terutama untuk mahasiswa reguler. Saya sendiri hanya membayar kurang dari Rp2 juta per semester dan tanpa uang pangkal.

Selain itu, ada pula fasilitas lain yang bisa dimanfaatkan oleh orang luar, seperti Hotel Wisma Makara dan Felfest UI. Kampus ini juga selalu ramai dikunjungi orang-orang yang ingin berolahraga setiap akhir pekan. UI seakan menjadi lahan terbuka hijau di tengah hiruk pikuknya Kota Depok.

2. Lingkungan Pertemanan yang Positif

Menurut saya, lingkungan pertemanan di kampus itu sangat berpengaruh terhadap perjalanan kuliah.

Bisa dibilang, anak UI memiliki ikatan yang cukup solid, sekali pun mereka berasal dari jurusan atau fakultas yang berbeda. Hal itu biasanya akan terbawa sampai jadi alumni. Walaupun beda angkatan, rasanya seperti nggak ada jarak saat berinteraksi dengan sesama alumni UI.

Di samping itu, kebiasaan brainstorming dengan dosen saat pembelajaran di kelas membuat anak UI terbiasa dengan diskusi, baik di kelas maupun organisasi. Bahkan, hal itu bisa terbawa dalam hubungan personal, seperti dengan teman atau pacar.

3. Dosen yang Egaliter

Kebanyakan dosen di UI itu cukup egaliter. Nggak sedikit dosen UI yang minta dipanggil Mas dan Mbak agar kesannya nggak ada batasan dengan mahasiswa. Tentunya ini untuk urusan perkuliahan, bukan untuk lainnya, ya.

Mereka juga cukup komunikatif dan responsif terhadap mahasiswa. Saat proses diskusi di kelas, mereka selalu terbuka dengan pendapat atau jawaban dari mahasiswa tanpa menghakimi kalau jawaban itu kurang tepat. Selain itu, mereka juga selalu membalas chat atau surel dari mahasiswa.

Pengalaman saya bersama bimbingan Tugas Akhir (TA), dosen pembimbing saya cukup perhatian pada proses pengerjaan TA saya. Beliau nggak serta merta bilang kalau saya perlu revisi, tapi juga menjelaskan apa yang perlu saya perbaiki.

Tak hanya bergelimang privilese, kuliah di UI juga ada sisi nggak enaknya, loh. Seperti tiga hal berikut ini.

Nggak Enaknya Kuliah di UI

nggak enaknya kuliah di UI
Ilustrasi: Pixabay/Alexandra_Koch

1. Terbebani dengan Nama Besar UI

“Katanya anak UI, gitu aja masa nggak bisa?”

“Kamu anak UI, kan? Bisa tolong bantu aku kerjain ini, nggak?”

Sebagai universitas yang memegang nama besar negara, orang awam sering berpikir bahwa hanya orang-orang “spesial” yang bisa kuliah di sana. Itulah sebabnya mereka berekspektasi berlebihan pada mahasiswa dan lulusan UI.

Sebenarnya, hal itu nggak sepenuhnya merugikan, sih. Pandangan orang awam tersebut menjadi bukti bahwa anak UI bisa diandalkan dan dianggap mampu bertanggung jawab atas pekerjaan tertentu. Namun, ada saja oknum yang beranggapan kalau anak UI itu harus serbabisa.

2. Kuliahnya Berat

Bukan hanya rindu, kuliah di UI juga berat. Hehe.

Dengan title “World Class University”, mahasiswa UI didorong untuk menunjukkan usaha terbaiknya. Hal itu mungkin cukup mudah untuk dilakukan oleh mereka yang ambisius. Kalau yang nggak ambisius, siap-siap ketinggalan kereta.

Hal ini sering kali memunculkan stigma kalau masuk UI itu mudah, keluarnya yang susah. Namun, semua kembali ke niat dan usaha masing-masing, sih. Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan.

3. Budaya Danus

Poin yang satu ini sebenarnya nggak hanya dialami oleh anak UI. Kebanyakan anak kuliah, terutama yang pernah ikut kepanitiaan di kampus, pasti diharuskan untuk mengikuti danus alias dana usaha. Selain itu, mereka juga harus membayar patungan alias set up cost untuk modal awal kepanitiaan tersebut.

Danus ini terdiri dari berbagai pilihan, seperti jualan jajanan di kelas, merchandise, atau membuka bazaar di ruang publik. Kalau kuliah daring seperti saat ini, danus yang paling sering dilakukan adalah menyewakan Zoom Premium atau aplikasi berbayar lainnya.

Selama kuliah di UI, tepatnya dua tahun pertama, saya cukup sering danusan karena memang sering mengikuti berbagai kepanitiaan. Saat masuk tahun ketiga, saya lebih memilih untuk membayar keuntungannya saja pakai uang pribadi dibanding berjualan yang belum tentu habis. Daripada nombok, ya kan?

Itu tadi enak dan nggak enaknya kuliah di UI versi saya. Kalau menurutmu, apa enak dan nggak enaknya kuliah di UI? Tulis di komentar dan bagikan tulisan ini ke media sosialmu, ya.

Jangan lupa subscribe untuk terus mendapatkan informasi terbaru dari Medium saya.

--

--

Aniesa Pramitha
Aniesa Pramitha

No responses yet